Home » » Kesederhanaan dan Kepedulian Keluarga RasuluLLah

Kesederhanaan dan Kepedulian Keluarga RasuluLLah

Written By Unknown on Jumat, 10 Januari 2014 | 21.30

oleh KH.Rijal Mumazziq

***

Dalam sebuah riwayat, Sayyidina Abdullah bin Abbas radliyAllahu anhuma, berkisah, “Selama beberapa malam berturut-turut Rasulullah shallAllah alaihi wasallam tidur dalam kondisi lapar, dan keluarga beliau pun belum mendapatkan makan malam. Roti yang paling sering mereka makan adalah roti jewawut. Bahkan tak pernah keluarga beliau makan kenyang roti jewawut dua hari berturut-turut hingga Nabi wafat.” Kisah ini termaktub dalam Shahih Bukhari (5416), Shahih Muslim (2970) dan Sunan Attirmizi (2361).

Di dalam kisah lain, Sayyidah Fathimah Azzahra radliyAllahu anha datang membawa sekerat roti. “Apa ini, duhai putriku?” tanya Nabi shallAllah alaihi wasallam.

“Ini sekerat roti yang ananda buat sendiri. Tak puas rasanya bila belum berbagi dengan ayah,” jawab Fathimah Azzahra radliyAllahu anha.

“Oh ya, bawalah ke sini. Inilah makanan pertama yang masuk ke mulut ayahmu semenjak tiga hari ini.”

Banyak kisah lain mengenai pribadi agung Baginda Rasulullah shallAllah alaihi wasallam yang berkaitan dengan kesederhanaan. Tak pernah keluarga Nabi shallAllah alaihi wasallam meminum susu kecuali bila dihadiahi tetangganya. Biasanya keluarga beliau cukup makan beberapa butir kurma. Itupun didapatkan dengan susah. Bahkan, ketika kurma didapat pun, mereka meniru Nabi shallAllah alaihi wasallam; memberikan kepada orang lain yang kelaparan.

Dalam riwayat lain, Rasulullah menahan lapar setelah beberapa hari tidak makan. Sampai ketika lapar benar-benar menggigit dan perut beliau terasa sakit, beliau memungut sebutir batu dan mengganjalkannya kuat-kuat ke perutnya untuk menahan rasa lapar dan agar bertahan mendapatkan makanan.

Dalam beberapa riwayat, secara lahiriah, kehidupan keluarga Baginda Rasulullah shallAllah alaihi wasallam terlihat begitu keras. Bahkan mendekati kefakiran. Ini wajar, karena beliau tidak menyukai kekayaan apalagi kemewahan, sebagaimana doa yang sering dimunajatkan beliau, “Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekadar mencukupi kebutuhan.”

Rasulullah juga tak pernah merasa hidup tenang manakala melihat kehidupan para fakir miskin, kebutuhan sehari-hari mereka yang tak mencukupi dan harus bekerja keras untuk bertahan hidup. Karena itulah, ketika memperoleh rezeki, banyak maupun sedikit, Rasulullah shallAllah alaihi wasallam segera membagi-bagikannya.

Keteladanan dari seorang utusan Allah tentang mendidik keluarga dan para sahabatnya dengan segenap kesederhanaan. Beliau bukan hanya memerintahkan, melainkan memberi contoh bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang sederhana, yang dimulai dari pribadinya kemudian di dalam keluarganya.

Di dalam keluarga, kehidupan yang bersahaja bisa diawali manakala suami memberikan keteladanan kepada istri dan buah hatinya. Prioritas hemat dalam membelanjakan harta dan berprinsip tidak membelanjakan harta dan menggunakan waktu secara mubazir juga selayaknya terus dilakukan. Di antaranya, memulai pendidikan kesederhanaan di dalam keluarga dengan mengingat pentingnya mempersiapkan bekal di akhirat kelak melalui amal saleh. Mendidik melalui kesederhanaan dengan cara tidak bermewah-mewahan, berbagi kebahagiaan dengan orang lain, serta membelanjakan harta dengan tepat sesuai kebutuhan (bukan keinginan) adalah aspek utama dalam keluarga. Ya, membeli sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan.

Teguran Amirul Mukminin Umar bin Khattab radliyaAllah anhu kepada Jabir bin Abdullah usai membeli daging setidaknya menyentak kesadaran kita. Saat itu Sayyidina Umar menukas, “Apakah semua yang kamu inginkan kamu beli? Tidakkah sebaiknya kamu mengosongkan sebagian perutmu untuk memberi makanan kepada tetangga dan kerabatmu?” *** WAllahu A’lam

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | zoel | KUA
Copyright © 2013. Pelopor Pelayanan Berbasis IT - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by KUA Klojen
Proudly powered by KUA Klojen